DUSTA BERKEDOK CINTA
Muhammad Said/ILHA/2A
“Mari kita kembali kepada quran dan sunnah”, itulah jargon yang sering diungkapkan oleh saudara kita yang katanya paling sunah, tetapi mereka selalu mengkafirkan orang yang tidak sesuai dengan ajaran mereka, tanpa mereka sadari mengkafirkan sesama saudara muslim bukalah ajaran yang diajarkan oleh baginda nabi. Lalu pantaskah mereka dipanggil sebagai ahlusunah?.
Mereka mengkafirkan saudaranya sendiri yang mengikuti ajaran-ajaran imam madzhab, wali songo dan para ulama yang soleh tanpa mereka sadari mereka pun selalu mengikuti ajaran Ibnu tayimiyah, Abdullah bin baz dan yang lainnya. Lebih lucunya lagi mereka mengharmkan dan mengkafirkan orang-orang yang memperingati maulid nabi tanpa mereka sadari mereka sering memperingati maulidnya Abdullah bin Baz. Sebetulnya kita yang keliru atau mereka yang keblinger?, mereka lah yang disebut sebagai kaum wahabi.
Wahabi merupakan suatu aliran dalam islam yang penamaan nya dinisbatkan kepada pendirinya yaitu Muhammad bin Abdul Wahab yang lahir pada tahun 1703/1115 di ‘uyainah. Terkait tempat kelahiran Muhammad Bin Abdul Wahab Rasulullah pernah bersabda “disana akan muncul kegoncangan dan fitnah, dan disana akan muncul tanduk setan”(HR: al-bukhori), mungkin sabda rosul ini tidak langsung berkaitan den dengan Muhammad bin Abdul Wahab, tetapi fakta sejarah menunjukan bahwa kelompok yang meresahkan umat islam lahir di daerah ini, misalnya nabi palsu yaitu Musailamah al-kadzab.
Selama ini, kaum wahabi getol menyesatkan umat islam khususnya di Indonesia yang tidak selaras dengan ideologinya. Mereka cenderung melakukan beragam cara, terutama dengan ucapannya yang anarkis dan meresahkan banyak kalangan selain dari golongan mereka. Padahal, jika dilakukan kajian mendalam, justru wahabi lah yang sarat dengan pemahaman yang menyesatkan. Sesat karena berbanding terbalik dengan ajaran islam yang terkandung dalam quran dan hadis.
Golongan mereka sering kali menuai kontroversial dan menimbulkan keresahan di masyarakat, hal itu disebabkan karena mereka selalu mengeluarkan fatwa-fatwa dengan keilmuan mereka yang terbatas bahkan mereka berani berfatwa hanya dengan alquran terjemahan yang ditafsirkan dengan keinginan mereka sendiri. Padahal untuk menjadi seorang mufasir itu dibutuhkan keilmuan yang sangat luas, seperti ilmu nahwu, shorof, ma’ani,bayan dan yang lainnya.
Bisa dikatakan mereka terlalu gegabah dalam menentukan sebuah hukum tanpa dikaji lebih mendalam, mereka menentukan hukum hanya dari segi tekstual yang ada di quran dan hadis padahal untuk mengambil keputusan hukum dalam alquran dan hadits diperlukan makna lafdzi dan makna muradi, makna lafdzi yaitu sesuai dengan tekstual yang tertulis dalam quran dan hadis, sedangkan makna muradi yaitu makna yang dimaksud dalam teks quran dan hadis tersebut, untuk mengetahui makna muradi maka munculah ilmu asbabun nuzul dan asbabul wurud.
Aliran wahabi sendiri masuk ke nusantara dibawa oleh para jamaah haji yang baru pulang ke nusantara, salah satunya melalui kaum padri di Minangkabau. Sekembali dari tanah suci antara tahun 1803 dan 1804, Haji miskin membawa ide bahwa perubahan total dalam masyarakat Minangkabau (dalam anggapannya) tidak sesuai dengan ajaran alquran harus dilakukan melalui kekuatan sebagaimana dilakukan kaum wahabi di arab,”Tutur prof A’la.
Secara prinsip, kata prof A’la ide itu juga disetujui juga oleh dua haji yang lainnya. Sejak saat itu, gerakan kaum padri mulai berusaha menancapkan pengaruhnya diberbagai daerah Minangkabau. Menurut dia, dalam upaya melakukan perubahan radikal, gagasan tiga haji tersebut ditentang dengan keras oleh guru-guru tarekat syatariyah.
Hingga sampai sekarang kaum wahabi terus berkembang dengan cara dakwah mereka melalui media-media yang memadai. seperti siaran televisi, youtube, dan media sosial yang lainnya. Cara dakwah mereka yang selalu mengkafirkan dan membidahkan yang tidak sefaham dengan mereka ditentang oleh ulama-ulama ahlu sunnah wal jama’ah khususnya kaum nahdliyin.
Selain berdakwah dengan melalui media-media, mereka juga mendirikan pondok-pondok pesantren berbasis modern, mereka biasanya menamai pondok pesantrenya dengan nama-nama ulama ahlusunnah wal jama’ah contohnya seperti Al-ghazali, imam nawawi, dan yang lainnya. Sehingga banyak masyarakat awam yang terjebak menitipkan anak-anak mereka di pondok pesantren kaum wahabi.
Kebanyakan dari jama’ah mereka adalah orang-orang yang berekonomi menengah ke atas, sehingga gampang bagi mereka untuk mendapatkan dukungan financial untuk mengembangkan ajaran mereka. Kajian mereka pun cenderung lebih tertutup seperti di masjid-masjid terutama masjid kampus yang berbasis negeri ataupun di komplek-komplek perumahan.
Sayyid seif alwi seorang ulama yang berasal dari karawang beliau pernah mengajak diskusi salah satu tokoh wahabi untuk mencari jalan tengah, namun ajakan diskusi itu dtolak mentah-mentah oleh mereka. Bahkan beliau pun pernah berdebat dengan salah satu mahasiswa ummul quro mekah, tapi semua itu sia-sia karena mereka hanya sibuk mencari pembenaran untuk argumennya bukan mencari kebenaran.
Kemunculan kaum wahabi di Indonesia sangat ditentang keras oleh para ulama khusunya kaum nahdliyin, sehingga mereka semakin gencar untuk membidahkan dan mengkafirkan amalan-amalan kaum nahdliyin seperti tahlil,marhabanan,maulidan dan yang lainnya. Mereka menyebutnya dengan julukan TBC (tahayul,bid’ah,churofat). Mereka selalu mendhaifkan hadits-hadits yang dijadikan landasan amalan kaum nahdliyin padahal walaupun memang hadits itu dhaif maka boleh untuk diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Padahal acaranya baca quran, sholawatan, pengajian, dzikir, tapi ketika dibungkus dengan kata maulid malah dibid’ahkan.
Inti dari permasalahannya adalah mereka tidak mengerti betul arti kata bid’ah, mereka seling salah kaprah dalam menggunakan kata bid’ah, dan mereka terpaku kepada hadits kullu bid’atin dolalah. Padahal hadis itu sangat Panjang tapi yang mereka kemukakan selalu segitu saja. Tanpa mereka ketahui bidah itu ada yang dolallah dan ada yang hasanah, pendapat ini diambil dari sayyidina umar ketika melihat solat tarawih secara berjama’ah beliau berkata “inilah sebagus bagusnya bid’ah”.
Golongan mereka sering mengukur kepintaran orang lain dengan kebodohan nya sehingga dalam pandanggannya semua orang yang tidak satu faham dengan mereka itu kafir. Padahal rosulullah sendiri tidak pernah mengkafirkan sesama saudara muslim bahkan rosul melarangnya. Karena ketika kita mengkafirkan orang lain maka diri kita lah yang kafir.
Sebetulnya ketika tidak boleh dengan ringan memvonis atau mengecap orang sebagai kafir, karena konsep keimanan itu ada didalam hati dan kita tidak tahu isi hati orang lain, oleh karena itu rosul mengajarkan konsep fahkum bidzowahiri( Menghukumi secara dzohir ) jika ada orang sudah melantunkan dua kalimat syahadat maka dia dihukumi muslim secara dzohir adapun jikalau hatinya munafik itu urusan dia dengan Allah.
Kaum wahabi ini menjadi tantangan umat islam khususnya yang ada di Indonesia. Kita sebagai warga ahlusunnah waljama’ah annahdliyah jangan pernah terpancing oleh kontroversi dan fitnah-fitnah yang dibuat oleh mereka, karena kalau kita ajak diskusi pun mereka tidak mau kalah walaupun salah, karena tujuan mereka adalah mencari pembenaraan bukan kebenaran.
Tidak ada komentar